Portal berita terbaik indonesia

Rocky Gerung hingga Erry Riyana Baca Maklumat Juanda, Prihatin Putusan MK

Rocky Gerung hingga Erry Riyana Baca Maklumat Juanda, Prihatin Putusan MK

Jakarta – Beberapa tokoh dari berbagai latar belakang, termasuk dosen, mantan pimpinan KPK, dan aktivis, telah menandatangani Maklumat Juanda sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

Maklumat Juanda dibacakan di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, pada Senin (16/10/2023). Diketahui lebih dari 200 warga Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk para tokoh bangsa, guru besar, seniman, aktivis, hingga relawan Jokowi, sepakat dalam isi maklumat tersebut. Mereka menyoroti perilaku elite politik dalam proses pemilihan presiden dan pemilihan umum 2024 yang dianggap mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

“Meskipun kami mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi, kami hadir hari ini untuk menyuarakan berbagai isu yang merugikan demokrasi dan kehidupan kita sebagai bangsa,” kata Erry Riyana Hardjapamekas, mantan pimpinan KPK dan salah satu inisiator Maklumat Juanda.

Erry Riyana Hardjapamekas, yang pernah menjabat sebagai pimpinan KPK periode 2003-2007, menyoroti berbagai permasalahan, mulai dari revisi Undang-Undang KPK, potensi benturan kepentingan dalam kabinet, hingga dampak UU Cipta Kerja.

Di samping itu, Rocky Gerung menjelaskan makna dari Maklumat Juanda. Ia menjelaskan bahwa maklumat tersebut bertujuan untuk mengembalikan politik di Indonesia kepada prinsip-prinsip demokrasi yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat.

“Maklumat Juanda 2023 bertujuan untuk mengembalikan politik kita, yang seharusnya melayani kedaulatan rakyat, bukan digunakan untuk kepentingan keluarga atau kelompok tertentu. Politik harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Konstitusi UUD 1945,” jelas Rocky Gerung.

Sementara itu, Juru Bicara Maklumat, Usman Hamid, menganggap putusan MK sebagai sebuah kekecewaan bagi masyarakat yang ingin memperkuat lembaga negara. Usman juga mencatat adanya fenomena politik dinasti yang sedang berkembang.

Usman Hamid memahami bahwa seharusnya tidak ada diskriminasi berdasarkan usia dalam pembatasan calon presiden dan wakil presiden. Namun, ia berharap bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan fenomena politik yang sedang terjadi di masyarakat.

“Kami berharap agar MK dapat memahami aspirasi masyarakat yang merasa bahwa Indonesia tengah mengalami fenomena politik dinasti. Ini bukan lagi hanya gejala, tetapi sudah menjadi fenomena nyata bahwa sejumlah anak presiden dan kepala negara menikmati kekuasaan, menduduki jabatan publik, dan memanfaatkan fasilitas bisnis dari kelompok oligarki saat orangtua mereka sedang berkuasa,” ujar Usman.

Sebagai Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid menyadari bahwa putusan MK adalah final dan mengikat. Oleh karena itu, melalui Maklumat Juanda, ia berharap masyarakat dapat lebih peka terhadap penyelewengan kekuasaan yang terjadi saat ini.

“Putusan MK adalah keputusan final dan mengikat. Harapan kami adalah agar masyarakat semakin sadar akan penyelewengan kekuasaan yang tengah berlangsung di depan mata kita, bahkan mantan Ketua MK, Prof. Jimly Assiddiqie, pernah menyatakan bahwa totaliterisme sedang hadir di tengah kita. Ini berarti tidak ada lagi pemisahan antara eksekutif dan legislatif, dan tidak ada lagi oposisi,” tambahnya.

Usman Hamid juga mengomentari situasi KPK yang telah kehilangan wibawanya. Menurutnya, KPK saat ini lebih cenderung mengikuti kehendak pemerintah yang berkuasa.

“Saat ini, kita melihat bahwa KPK sudah kehilangan wibawanya, dan integritasnya di mata masyarakat menurun. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK sangat rendah. Terhadap partai politik bahkan lebih rendah lagi, bahkan terendah. Oleh karena itu, hal ini tidak boleh diabaikan,” tegas Usman Hamid.