Intelijen memegang peran penting dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Namun, dalam konteks reformasi intelijen Indonesia, tersingkap sejumlah tantangan terkait tata kelola yang saat ini masih harus dihadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah manajemen sumber daya manusia dan mekanisme pengawasan yang belum mencapai tingkat optimal.
Menurut Aditya Batara Gunawan, Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie, pengawasan intelijen saat ini masih cenderung bersifat politis dan belum memberikan kontrol yang memadai terhadap kinerja lembaga intelijen. Dalam diskusi bertajuk “Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen”, Aditya menekankan perlunya pemikiran untuk menciptakan model pengawasan intelijen yang lebih efektif dan independen guna menghindari keterlibatan politik.
Di sisi lain, Mayjen TNI (Purn) Dr. Rodon Pedrason, Gubernur Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) periode 2017-2020, menggarisbawahi kemajuan yang telah dicapai oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Menurutnya, BIN telah menunjukkan progres signifikan dengan pendekatan yang lebih akademis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis. Namun, Rodon juga memperingatkan tentang risiko keamanan nasional yang dapat timbul akibat ketergantungan terhadap teknologi asing dalam operasi intelijen.
Untuk memastikan keberlangsungan reformasi intelijen di Indonesia, diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan transparansi dan efektivitas pengawasan. Penguatan sumber daya manusia serta pengembangan teknologi intelijen dalam negeri menjadi kunci utama dalam meningkatkan daya saing dan keamanan nasional. Model pengawasan intelijen yang lebih independen dan berbasis profesionalisme harus segera diterapkan sebagai bagian dari upaya reformasi agar intelijen Indonesia dapat lebih responsif dalam menghadapi tantangan global tanpa terjebak dalam tarik ulur kepentingan politik domestik.