Kasus perdagangan orang dengan modus “pengantin pesanan” atau mail order bride semakin marak terjadi, menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan. Di balik janji manis tentang kehidupan baru yang lebih baik dan pernikahan dengan warga negara asing, banyak perempuan Indonesia terjebak dalam situasi yang jauh dari kebahagiaan. Banyak dari mereka bahkan menjadi korban eksploitasi dan tidak dapat kembali ke Indonesia. Modus ini umumnya melibatkan pernikahan yang diatur oleh keluarga atau calo setempat yang menghubungkan korban dengan pria asing. Setelah pernikahan dilakukan di Indonesia, korban dibawa ke luar negeri dengan dokumen-dokumen yang kadang dipalsukan, dan eksploitasi dimulai.
Ada dua bentuk eksploitasi dalam pernikahan pesanan, yaitu penipuan dan perbudakan. Korban dapat dibawa ke wilayah asing dan dipaksa untuk masuk ke dunia prostitusi atau pekerjaan ilegal lainnya. Mereka juga bisa dipaksa untuk tinggal di rumah suami tanpa upah dan kebebasan yang layak. Berbagai kasus yang terungkap menunjukkan betapa mengerikannya situasi ini, termasuk korban yang diperbudak dan dipaksa masuk prostitusi.
Kasus ini juga sering melibatkan anak di bawah umur dan pemalsuan dokumen. Dalam praktiknya, eksploitasi tidak hanya terjadi secara seksual dan ekonomi, tetapi korban juga dipaksa merekrut orang lain dengan iming-iming hadiah. Fenomena perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan telah berlangsung secara terstruktur, masif, dan terorganisasi, mengancam keselamatan korban.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO menegaskan bahwa siapa pun yang membawa WNI untuk dieksploitasi di luar Indonesia dapat dihukum, termasuk melalui pernikahan dengan warga negara asing. Jika Anda atau orang terdekat mengalami situasi mencurigakan atau menjadi korban pengantin pesanan, segera laporkan ke BP2MI, Kemenlu, kepolisian, atau pihak berwenang lain. Satu laporan bisa menyelamatkan banyak korban dari lingkaran kekerasan yang sama.