Indonesia memang terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki regulasi ketat dalam upaya memberantas penyalahgunaan narkotika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur dengan tegas sanksi hukum bagi pengguna dan pengedar narkoba. Pengguna narkotika sendiri juga tidak luput dari jeratan hukum, di mana Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika mengatur bahwa pengguna narkotika untuk diri sendiri bisa dikenai hukuman penjara maksimal 4 tahun.
Hal ini menunjukkan keseriusan negara dalam menangani penyalahgunaan narkoba yang dianggap dapat merusak generasi muda dan tatanan sosial. Namun demikian, pemerintah juga menyadari bahwa tidak semua pengguna narkotika adalah pelaku kriminal murni. Karenanya, selain upaya penegakan hukum, undang-undang juga memberikan jalur rehabilitasi bagi pengguna yang mengalami ketergantungan.
Pendekatan rehabilitatif ini tertuang dalam Pasal 54 UU Narkotika, yang menekankan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Melalui rehabilitasi ini, diharapkan kondisi fisik dan mental pengguna dapat pulih, sambil mengurangi kepadatan di lembaga pemasyarakatan akibat narapidana kasus narkotika. Institusi seperti kepolisian, kejaksaan, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) terlibat dalam proses penanganan kasus penyalahgunaan narkotika sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pemerintah menegaskan kebijakan perang terhadap narkoba tetap berjalan secara tegas, terutama dalam pemberantasan jaringan pengedar dan bandar narkoba dengan ancaman hukuman berat, termasuk pidana mati. Namun, terhadap pengguna, negara menerapkan pendekatan yang lebih humanis dengan fokus pada rehabilitasi dan pemulihan sosial. Dengan kebijakan ini, diharapkan Indonesia dapat menciptakan lingkungan bebas narkoba, melindungi generasi muda, dan memberikan sistem pemulihan yang lebih baik bagi korban penyalahgunaan zat terlarang.