Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat bahwa kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mengalami penurunan dalam sebulan terakhir. Hal ini ditandai dengan konsentrasi partikel halus atau PM2.5 yang melebihi ambang batas yang aman. Pemantauan dilakukan di 35 titik melalui Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA) yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara, Edward Nixon Pakpahan, menjelaskan bahwa nilai konsentrasi PM2.5 di atas 100 ppm, lebih tinggi dari standar 55 ppm.
Dampak buruk dari kualitas udara yang memburuk sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Protokol Pencegahan Polusi Udara 6M dan 1S sebagai panduan untuk melindungi diri dan keluarga dari udara yang tidak sehat. Langkah-langkah yang bisa diambil antara lain memeriksa kualitas udara sebelum keluar rumah, mengurangi aktivitas di luar ruangan, menggunakan masker yang sesuai, menggunakan penjernih udara di dalam ruangan, menghindari asap rokok dan sumber polusi lainnya, menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan jika mengalami gejala tertentu.
Penurunan kualitas udara disebabkan oleh berbagai sumber emisi, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor transportasi, diikuti oleh industri, pembakaran terbuka, dan konstruksi. Pembakaran terbuka, seperti pembakaran jerami dan sampah tanpa mekanisme pembakaran yang benar, menjadi sorotan utama. KLH mengajak semua pihak untuk mendukung percepatan realisasi bahan bakar ramah lingkungan atau rendah sulfur guna mengatasi permasalahan ini. Itulah gambaran tentang kondisi kualitas udara saat ini dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk melindungi diri dari dampaknya.