Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah serius di masyarakat yang harus ditangani dengan tegas. Banyak korban KDRT merasa terjebak dalam situasi sulit akibat berbagai faktor, seperti ekonomi, tekanan sosial, atau ketidaktahuan akan hak-hak mereka. Dampak dari KDRT tidak hanya berdampak buruk pada fisik dan mental korban, tetapi juga merusak hubungan keluarga dan perkembangan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak aman. Untuk melindungi korban dan mencegah KDRT, pemerintah telah menetapkan regulasi dengan sanksi bagi pelaku KDRT.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) memberikan pengaturan mengenai sanksi bagi pelaku KDRT, mulai dari pidana penjara, denda, hingga hukuman tambahan seperti larangan mendekati korban untuk jangka waktu tertentu. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku KDRT antara lain hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp15 juta untuk kekerasan fisik dalam rumah tangga. Jika kekerasan fisik menyebabkan korban mengalami luka berat atau sakit, pelaku bisa dihukum hingga 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp30 juta.
Ada juga layanan SAPA 129 yang disediakan oleh pemerintah bagi korban KDRT untuk melaporkan kekerasan yang dialami. Berbagai jenis layanan ditawarkan, seperti layanan pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban. Dengan adanya aturan yang jelas dan layanan perlindungan yang berkualitas, diharapkan kasus KDRT dapat diminimalkan dan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan harmonis.