Tenun ikat Indonesia Timur dipamerkan di Indonesia House Amsterdam, Belanda. Pameran bertajuk “Women and Weaves: Eastern Indonesia Textile Prelude” ini bertujuan memperkenalkan tradisi tenun ikat Indonesia kepada masyarakat Belanda. Dibuka oleh Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Mayerfas, pameran ini juga menyoroti peran penting para penenun perempuan dari Lombok, Sumba, Bali, Timor, Maluku, dan Papua.
Pameran yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Kembang Sepatu (Stichting Hibiscus) yang dipimpin oleh Ine Waworuntu. Menjadi eksposisi tenun pertama dan terbesar yang pernah diadakan di Belanda, pameran ini juga menandai tonggak penting dalam diplomasi budaya Indonesia di Eropa. Sebagai bagian dari pameran ini, juga diadakan diskusi tentang tradisi kain tenun di Indonesia Timur, mulai dari proses pembuatan tenun, pelestarian tradisi, hingga makna filosofis dari setiap pola tenun.
Bertha, seorang diaspora asal Timor yang aktif mempromosikan tenun, mengatakan bahwa tenun belum begitu dikenal di Belanda, dengan batik masih lebih populer. Oleh karena itu, Penting untuk terus memperkenalkan tenun ikat dan pewarna alami ke sekolah-sekolah dan akademi mode di Eropa. Tenun ikat Indonesia Timur memiliki motif dan warna yang sarat dengan makna, dan pembuatannya menggunakan teknik ikat yang menjadikan motif-motif sesuai dengan keinginan pembuatnya. Demi meningkatkan apresiasi budaya dan promosi tenun ikat, Bertha menegaskan perlunya lebih banyak acara dan festival, serta program pertukaran budaya yang intensif.