Pernikahan Usia Dini dan Gangguan Kesehatan Mental: Mitos atau Kenyataan?

Pernikahan di usia dini dapat menyebabkan risiko kesehatan mental pada anak-anak. Psikolog klinis Phoebe Ramadina menekankan bahwa pernikahan sebelum usia matang dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan stres berat, terutama jika melibatkan dinamika rumah tangga yang tidak sehat, kekerasan, kesulitan ekonomi, dan kehamilan yang tidak direncanakan. Selain itu, pernikahan dini juga menghambat anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, seperti melanjutkan pendidikan dan mengembangkan potensi diri. Hal ini dapat berdampak pada kesejahteraan psikososial anak dan memperkuat ketidaksetaraan dalam keluarga dan masyarakat.

Phoebe juga mengatakan bahwa pernikahan pada individu yang belum matang berisiko menghadapi konflik yang intens dan berkepanjangan, bahkan bisa berujung pada perceraian. Pasangan yang belum siap untuk mengelola konflik, mengambil keputusan penting, atau berkomunikasi efektif dapat mengalami masalah dalam rumah tangga. Oleh karena itu, kesiapan secara psikologis, emosional, kognitif, dan finansial penting dalam membuat keputusan untuk menikah.

Menyusul adanya kasus pernikahan usia dini yang viral di media sosial, UU No. 16 Tahun 2019 menetapkan batasan usia minimal untuk menikah, yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Hal ini dimaksudkan agar individu memiliki kedewasaan jiwa dan fisik yang cukup untuk menikah. Isu pernikahan usia dini menjadi sorotan setelah kasus perempuan 15 tahun yang menikah dengan laki-laki 17 tahun di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menjadi perbincangan di media sosial.

Source link