Kemandirian Antariksa dan Peran Swasta Nasional

Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global

Pesatnya kemajuan teknologi global, yang didorong oleh privatisasi dan persaingan geopolitik di bidang antariksa, menuntut Indonesia untuk mengembangkan strategi nasional yang fokus pada kemandirian antariksa. Dalam acara diskusi “Menuju Kemandirian Antariksa Indonesia di Era Rivalitas Global” yang diadakan oleh Center for International Relations Studies (CIReS), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), para pembicara dari berbagai sektor menyoroti kompleksitas dan urgensi agenda antariksa nasional dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Diskusi ini dihadiri oleh sekitar 300 peserta dari parlemen, kementerian dan lembaga, militer, asosiasi profesi, akademisi, serta media nasional baik secara online maupun offline.

Dalam diskusi yang diselenggarakan di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Depok, Prof. Semiarto Aji Sumiarto, selaku Dekan FISIP Universitas Indonesia, menekankan bahwa kemandirian antariksa bukanlah sekadar pilihan, tetapi merupakan keharusan strategis untuk menjaga kedaulatan Indonesia di tengah persaingan antariksa yang semakin ketat.

Diskusi yang dipandu oleh Vahd Nabyl Achmad Mulachela, S.IP., M.A., Plt. Kepala Pusat Strategi Kebijakan Multilateral di Kementerian Luar Negeri RI, dimulai dengan paparan kunci oleh Prof. Thomas Djamaluddin, Peneliti Ahli Utama BRIN dan Kepala LAPAN Periode 2014 – 2021, yang menegaskan pentingnya behasa menguasai teknologi antariksa sebagai syarat mutlak untuk kedaulatan dan daya saing bangsa di masa depan. Indonesia, sebagai negara yang telah meluncurkan satelit secara mandiri sejak 1960-an dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melakukannya, kini dihadapkan pada tantangan besar seperti lemahnya pengelolaan program antariksa, keterbatasan pendanaan, serta kekurangnyataan arah kebijakan pasca integrasi LAPAN ke dalam BRIN. Meskipun telah meraih pengakuan internasional—seperti penunjukan PBB sebagai pusat layanan penginderaan jauh kawasan terkait bencana (UNSPIDER)—Indonesia tetap dianggap sebagai “new emerging space country” yang berisiko tertinggal jika tidak segera mengambil langkah-langkah strategis. Menurutnya, teknologi antariksa akan menjadi salah satu pilar penting dalam ekonomi global di masa depan.

Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim dalam materi tertulisnya menekankan bahwa ruang antariksa kini menjadi domain strategis yang tak kalah pentingnya dibandingkan dengan darat, laut, dan udara. Di tengah persaingan global dan meningkatnya militerisasi di angkasa, Indonesia perlu menjadi pelaku aktif bukan hanya sebagai pengguna pasif. Ia mengusulkan untuk memperluas, merestrukturisasi, dan menghidupkan kembali Dewan Penerbangan menjadi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional. Dewan ini diharapkan dapat melibatkan sektor pertahanan, perhubungan, TNI AU, BRIN, Kemenkomdigi, Kemenlu, BSSN, serta unsur swasta dan akademisi. “Waktunya untuk berpikir secara strategis dan bertindak secara terpadu,” tegasnya.

Dari perspektif Asosiasi Antariksa Indonesia, Anggarini S., M.B.A., menyoroti ketergantungan Indonesia pada negara lain dalam hal akses data, teknologi, dan peluncuran satelit. Oleh karena itu, Indonesia perlu membangun ekosistem antariksa nasional yang lengkap—dari manufaktur hingga data analytics—dan mengejar konstelasi satelit LEO sebagai tulang punggung ekonomi antariksa. Ia juga menyerukan untuk mengalihkan teknologi melalui kemitraan internasional, meningkatkan start-up lokal, dan menciptakan regulasi yang konsisten antar lembaga sebagai landasan menuju Indonesia Emas 2045.

Dr. Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar bagi layanan antariksa asing, namun harus membangun kapasitas teknologi, Sumber Daya Manusia, dan regulasi yang berdaulat. DPR RI melihat bahwa antariksa menjadi pilar penting untuk ketahanan nasional strategis dalam membangun pertahanan yang adaptif dan ketahanan digital yang aman. Sebagai langkah awal, DPR RI telah mendorong RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan vertikal. Ia juga menyoroti perlunya lembaga terintegrasi, peningkatan investasi dalam riset dan pengembangan, serta kerja sama internasional dan eksplorasi antariksa yang berkelanjutan dalam mendukung kepentingan nasional Indonesia dalam jangka panjang.

Yusuf Suryanto, S.T., M.Sc., Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Kedeputian Bidang Infrastruktur di Kementerian PPN/Bappenas, menekankan bahwa mencapai kemandirian antariksa tidak cukup hanya dengan memiliki visi teknologi, tetapi memerlukan struktur pembiayaan yang kuat, lembaga yang adaptif, dan strategi lintas sektor yang konsisten. Meskipun berada di lokasi geografis strategis, investasi Indonesia dalam bidang antariksa masih tertinggal dari negara tetangga. Dalam rangka RPJPN 2025–2045, antariksa telah menjadi proyek strategis nasional, namun implementasinya memerlukan kerja sama antar berbagai pihak, koordinasi pembangunan yang terintegrasi, dan komitmen fiskal yang nyata. Tanpa langkah-langkah tersebut, Indonesia akan terus tertinggal dalam persaingan ekonomi antariksa global.

Prof. Dr. Fredy B.L. Tobing, Guru Besar FISIP UI, mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh terjebak dalam status sebagai negara kelas ketiga, yakni negara yang memiliki kebijakan dan visi antariksa, namun tidak memiliki kapasitas teknologi dan peluncuran yang nyata. Di tengah maraknya perusahaan dan negara besar yang telah membentuk kekuatan militer khusus untuk antariksa, Indonesia perlu memperjelas agenda pembangunan nasionalnya. Ia mengatakan bahwa antariksa harus menjadi bagian dari diplomasi luar negeri dan kerja sama internasional Indonesia, khususnya dalam memperkuat norma damai, alih teknologi, dan manfaatkan antariksa sebagai milik bersama umat manusia.

Sebagai penutup, Asra Virgianita, Ph.D., Wakil Direktur CIReS FISIP UI, menawarkan perspektif kritis yang menyoroti ketidaksetaraan akses dan dominasi negara maju serta korporasi raksasa dalam ekonomi antariksa, yang telah menciptakan bentuk kolonialisme baru dan penindasan, tidak hanya di daratan, tetapi juga di ruang angkasa. Menurutnya, tanpa campur tangan negara yang mendukung pembangunan nasional berbasis keadilan bagi semua kelompok masyarakat, Indonesia hanya akan menjadi konsumen dan dieksploitasi dalam sistem yang dirancang untuk mempertahankan ketidaksetaraan global. Ia mendorong kebijakan antariksa yang responsif terhadap ketidaksetaraan global, dukungan pada Global Selatan, dan dorongan kerja sama strategis antara negara-negara Global Selatan.

Sorotan kritis juga datang dari peserta diskusi yang mempertanyakan kurangnya dukungan politik dari pemerintah dan ketidakjelasan arah kebijakan lembaga, meskipun Undang-Undang telah menyebutkan pembentukan Badan Antariksa sejak 2013. Mereka menyuarakan kekecewaan publik terhadap janji-janji yang tidak terealisasi dan minimnya konsistensi anggaran dalam pengembangan sektor antariksa.

Dr. Dave Laksono mengakui bahwa keinginan politik pemerintah dan kesadaran publik tentang pentingnya antariksa masih rendah, terutama jika dibandingkan dengan sektor yang memberikan manfaat langsung seperti pendidikan dan kesehatan. Pengembangan sektor antariksa juga memerlukan biaya tinggi, teknologi canggih, dan risiko tinggi. Hal ini juga disampaikan Arif Nur Hakim, Kepala Pusat Riset Teknologi Roket, BRIN, yang menyebutkan bahwa pembangunan pelabuhan antariksa memiliki risiko yang tinggi dan kapasitas Indonesia saat ini belum sepenuhnya siap.

Hasil diskusi menegaskan pentingnya Indonesia untuk segera merumuskan strategi yang terpadu dalam mencapai kemandirian antariksa. Proses ini perlu dimulai dari pengaturan lembaga, regulasi, investasi, kolaborasi lintas sektor, serta perumusan kembali strategi dan roadmap industri antariksa. Pemulihan lembaga yang pernah memiliki peran penting dalam pengembangan teknologi antariksa nasional, merupakan langkah yang harus segera diambil.

Sumber: Kemandirian Antariksa Sebagai Pilar Kedaulatan: Urgensi RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional Di Tengah Persaingan Global
Sumber: Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia Di Tengah Rivalitas Global