Ritual Sejarah dan Mitos 1 Suro: Asal Usul dan Tradisi

Satu Suro adalah momen sakral bagi masyarakat Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharram. Kata “Suro” berasal dari “asyura”, yang menandai hari pertama di bulan Muharram sebagai awal Tahun Baru Islam. Masyarakat Jawa merayakan malam 1 Suro dengan berbagai ritual dan tradisi untuk menyambut Tahun Baru Jawa dengan penuh kehati-hatian. Ritual keraton di Yogyakarta seperti tapa mbisu mubeng beteng atau puasa bicara masih dijalankan hingga sekarang sebagai simbol menahan diri dan introspeksi.

Sejarah mencatat bahwa penetapan 1 Suro sebagai awal Tahun Baru Jawa berasal dari Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) dari Kesultanan Mataram. Ia memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah pada 8 Juli 1633 M untuk menyatukan rakyat Jawa yang terpecah keyakinan. Indonesia. Bulan Suro dianggap sebagai bulan keramat dalam tradisi Jawa dan bulan suci dalam Islam. Umat muslim dianjurkan melakukan muhasabah diri, bersedekah, berdoa, hingga menggelar kenduri.

Malam 1 Suro diisi dengan ritual spiritual seperti tirakat, meditasi, mandi kembang, dan ziarah ke makam leluhur untuk penghormatan dan keselamatan. Keyakinan bahwa malam ini energi alam semesta mengalami perubahan besar membuat ritual ini semakin penting. Mitos seputar malam 1 Suro juga masih dipercaya oleh sebagian masyarakat, seperti larangan keluar malam ke tempat sepi, tidak menggelar hajatan besar, menjauhi keramaian, dan tidak berkata kasar.

Malam 1 Suro dipandang sebagai waktu yang sarat dengan energi gaib, sehingga masyarakat disarankan untuk berhati-hati dan menjalankan ritual dengan penuh kehati-hatian. Keberadaan mitos dan tradisi seputar malam 1 Suro merupakan bagian dari warisan budaya Jawa yang masih dijaga hingga kini.

Source link