Arti Malam 1 Suro dalam Tradisi Jawa: Penjelasan yang Membangkitkan Kesakralan

Malam 1 Suro memiliki makna mendalam dalam tradisi dan budaya masyarakat Jawa, terutama saat bertepatan dengan malam 1 Muharram dalam kalender Hijriah. Malam tersebut disambut dengan suasana hening, kehati-hatian, dan kesadaran spiritual yang tinggi, diisi dengan berbagai aktivitas seperti tirakat, meditasi, mandi kembang, dan ziarah ke makam leluhur. Tahun ini, Malam 1 Suro jatuh pada Jumat Kliwon, 27 Juni 2025, yang juga ditetapkan sebagai libur nasional.

Asal kata ‘suro’ sendiri berasal dari ‘Asyura’ dalam bahasa Arab yang berarti sepuluh. Tradisi Suro sudah ada sejak zaman Sultan Agung dengan tujuan menyatukan nilai Islam dan kejawen. Malam 1 Suro dipercaya sangat sakral, menjadi waktu terbaik untuk menyepi, bertafakur, dan menjalani tirakat untuk membersihkan diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Bulan Suro juga dianggap memiliki energi mistis, sehingga kegiatan seperti pernikahan atau hajatan cenderung dihindari, sementara ritual spiritual seperti tolak bala dan ziarah kubur lebih dianjurkan.

Setiap daerah memiliki tradisi berbeda dalam memperingati Malam 1 Suro. Misalnya di Gunung Kidul dilakukan tradisi mujahadah dan sholawat, sementara di Keraton Yogyakarta dilakukan jamasan pusaka dan mubeng beteng. Di Magetan, terdapat tradisi ledug Suro, sedangkan di Surakarta diselenggarakan kirab pusaka dengan melibatkan kerbau bule. Malam 1 Suro dipenuhi dengan mitos seperti energi gaib yang kuat, larangan menggelar hajatan besar, dan pentingnya menyucikan diri serta menjauhi kata-kata kasar.

Malam 1 Suro tetap dikenang hingga kini dalam budaya Jawa sebagai malam yang sarat dengan makna mistis dan spiritual, menjadikannya momen yang dihormati dan disucikan oleh masyarakat setempat.

Source link