Penelitian Menunjukkan Orang Dewasa Bisa Terkena Cacingan

Infeksi cacing usus atau cacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak, namun orang dewasa juga tidak luput dari risiko. Jika tidak segera ditangani, cacingan dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, hingga komplikasi serius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sekitar 25 persen populasi dunia terinfeksi parasit usus, dengan angka lebih tinggi di daerah tropis yang memiliki sanitasi buruk.

Cacing merupakan parasit yang hidup di usus manusia. Menurut situs Health Direct, penularannya beragam bergantung pada jenis cacing. Cacing kremi (pinworm) dapat menyebar melalui tangan, pakaian, atau permukaan yang terkontaminasi telur cacing dan masuk ke mulut secara tidak sengaja. Sementara cacing gelang (roundworm), cacing tambang (hookworm), dan cacing cambuk (whipworm) biasanya masuk lewat tanah yang tercemar feses manusia atau hewan. Sedangkan cacing pita (tapeworm) dapat menular melalui konsumsi daging sapi atau babi yang kurang matang.

Ada beberapa jenis cacing yang umum menyerang anak, seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Enterobius vermicularis), cacing tambang (Hookworm), dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Gejala cacingan pada anak termasuk nyeri perut, perut buncit, nafsu makan menurun, gangguan tidur, dan gangguan pencernaan. Sedangkan gejala pada orang dewasa bisa bervariasi tergantung jenis cacing yang menginfeksi.

Untuk mengobati cacingan, dokter biasanya melakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan telur atau potongan cacing. Pengobatan cacingan umumnya menggunakan obat antiparasit seperti albendazole, mebendazole, atau praziquantel, tergantung jenis cacing penyebabnya. Pengobatan biasanya berlangsung 1–3 hari, dan gejala umumnya membaik dalam beberapa minggu. Jadi, penting untuk mengenali gejala cacingan dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk pengobatan yang tepat.

Source link

Exit mobile version